Alasan mengapa kita harus menulis sangat banyak dan juga bisa dicari-cari. Apakah itu motif personal, bisnis, atau ideologi. Semuaya benar, boleh dan sah. Hakikat menulis sama dengan bicara. Perbedaan mendasar terletak pada media digunakan. Mari sedikit kita ulas motif menulis ini. Pertama personal, dimana jika konten daripada tulisan menempatkan penulis sebagai pusat dunia. Menurut saya ini adalah cara terbaik kita dalam berbagi ide dan mengenal lebih dalam seseorang. Selanjutnya motif bisnis. Dimana aktifitas menulis dilakukan atas dasar untuk tujuan komersial atau bahasa kasarnya mendapatkan keuntungan materi. Harapannya lewat karya tulis dihasilkan bisa disukai sebanyak mungkin orang. Umumnya tulisan dengan tujuan komersial terkurasi dengan baik. Dari segi pilihan diksi, ejaan, tanda baca, bahkan secara tidak resmi menjadi standar kepenulisan. Kita bisa menemukan t ulisan jenis ini bisa pada platform berita. Terakhir adalah motif ideologi. Memang pada dasarnya semua tu
Pernahkah kita tiba-tiba jenuh dengan seseorang tanpa alasan? Tetapi bingung untuk mengakhirinya. Tak enak hati atau bingung harus dimulai darimana. Begitulah kira-kira kerumitan film "The Banshess of Inisherin" dibangun. Bercerita bagaimana problematik dan rumitnya mengakhiri hubungan tampa permusuhan. Membangun relasi dengan yang orang sefrekuensi itu mudah. Namun, beranikah kita mengambil langkah membangun hubungan dengan mereka yang sifat dan kharakternya jauh dari yang kita harapkan? Siapkah mengorbankan kenyamanan dan kemapanan? Saya pikir begitulah bagaimana awal mula hubungan pertemanan Padraic (Collin Farrell) dan Colm (Brendan Gleeson). Sampai kemudian pada satu titik Colm merasa tak betah dengan keadaan. Tresna Jalaran Saka Kulina. Cinta karena terbiasa. Perasaan itulah yang tumbuh didalam diri Padraic. Sehingga ia merasa nyaman oleh keadaan. Begitu sulit menerima kenyataan ketika orang yang ia anggap paling mengerti tiba-tiba menyatakan mengakhiri hub
Buku ini sudah lama ingin saya baca. Soalnya dulu memang banyak yang melakukan review dengan komentar positif. Entah kenapa baru tergerak membacanya minggu ini. Saya meminjamnya dari aplikasi ipusnas. Dan ternyata isinya memang sebagus itu. Ini adalah buku filsafat paling ringan untuk dipahami. Bahkan untuk mengerti maksudnya semudah membaca teenlit. Jika memiliki pengalaman membaca buku filsafat berbahasa kaku, kalimatnya panjang, bertumpuk-tumpuk dan berbelit buang jauh-jauh anggapan itu. Pada buku filosofi teras karya Henry Manampiring ini bahasa digunakan tidak baku. Sebagai contoh kita akan sering menemui penggunaan kata gue, loe, atau istilah lainnya layaknya bahasa gaul. Begitu cair dan mengalir. Ditambah bumbu-bumbu joke sedikit cringe membuat saya tertawa geli. Imbas paling dirasakan dari membaca buku ini adalah terkait kemampuan management emosi. Ada sebuah pernyataan jika hanya 10 persen masalah hidup kita disebabkan oleh masalah itu sendiri dan 90 persen sis