Saya Kembali


Alasan mengapa kita harus menulis sangat banyak dan juga bisa dicari-cari. Apakah itu motif personal, bisnis, atau ideologi. Semuaya benar, boleh dan sah. Hakikat menulis sama dengan bicara. Perbedaan mendasar terletak pada media digunakan. 

Mari sedikit kita ulas motif menulis ini. Pertama personal, dimana jika konten daripada tulisan menempatkan penulis sebagai pusat dunia. Menurut saya ini adalah cara terbaik kita dalam berbagi ide dan mengenal lebih dalam seseorang.

Selanjutnya motif bisnis. Dimana aktifitas menulis dilakukan atas dasar untuk tujuan komersial atau bahasa kasarnya mendapatkan keuntungan materi. Harapannya lewat karya tulis dihasilkan bisa disukai sebanyak mungkin orang. Umumnya tulisan dengan tujuan komersial terkurasi dengan baik. Dari segi pilihan diksi, ejaan, tanda baca, bahkan secara tidak resmi menjadi standar kepenulisan. Kita bisa menemukan tulisan jenis ini bisa pada platform berita.

Terakhir adalah motif ideologi. Memang pada dasarnya semua tulisan memuat ideologi tertentu dari penulisnya. Tidak ada tulisan yang benar-benar bebas dari sebuah ideologi. Ini tak lain disebabkan semenjak seseorang menggerakkan tangannya menulis disitulah mulai dialirkan ide-ide, nilai, norma, dan segala konstruksi sosial. Hanya saja beberapa tulisan dibentuk dengan tujuan mengagungkan, memvalidasi, mengkultuskan satu ide yang dicetuskan tokoh. Ia mencoba menggait pembaca untuk masuk kedalam lingkaran mereka. Dengan tawaran cukup lewat satu jalan semua permasalahan bisa selesai terselesaikan. Sebagai contoh, dulu kita bisa menemukan tulisan selembaran HTI pada masjid kampus sebelum berubah nama karena menjadi ormas terlarang, buletin gereja mingguan, sampai artikel-artikel disitus melabelkan diri isme-isme.

Lantas blog ini akan saya bawa kemana? Apakah kepada ideologi tertentu? Atau membuat ideologi baru? Saya tak muluk-muluk, terus terang ini adalah blog pribadi. Tetapi saya mengusahakan tidak bersifat Iskak centris. Beberapa pandangan orang yang saya anggap menarik pasti akan saya publikasikan. Meski itu bertentangan dengan opini pribadi saya. Tujuannya tak lain dan tak bukan supaya bisa diambil hikmahnya. Saya  sepenuhnya sadar betapa masih keringnya pengetahuan, ide, maupun pada diri ini. Pijakannya bukan soal benar atau salah, melainkan terkait kekayaan prespektif. Saya yakin semakin banyak kita melihat dari banyak prespektif, semakin dekat kita dengan kebijaksanaan.

Tidak lupa harapan saya semoga api yang mulai terpantik untuk menulis ini tidak padam dini. Terlalu cukup banyak ide yang semestinya tersampaikan kepada banyak orang. Mustahil disimpan sendiri dan berharap orang lain bisa mengerti. Bisa-bisa malah lupa tertimbun oleh pikiran-pikiran baru. 

Semoga siapapun yang membaca ini, bisa mengambil manfaat dan syukur-syukur bersedia berbagi cerita tertulisnya. Nasihat untuk saya pribadi kali ini, tak perlu panjang sampai mengejar kesempurnaan tata bahasa, tanda baca, ejaan, maupun diksi dalam menulis. Intinya "bisa dipahami oleh orang lain" sudah bisa melampaui semua hal.

Salam,


Iskak

Postingan populer dari blog ini

Persahabatan yang Getir

Filosofi Teras dan Kesehatan Mental Kita